I love Monday. Kalimat pendek ini mengawali perjalanan saya menuju Kota Batu, tepatnya di Desa Bumiaji. Omah Budaya Slamet yang hendak saya kunjungi ini berlokasi di tengah perkebunan dan persawahan yang sejuk di Jl. Imam Bonjol No.90, Bumiaji, kota Batu. Dari mana saya tahu tentang Omah Budaya Slamet? Meskipun saya sedang menyelesaikan kuliah di Kota Malang yang sangat dekat dengan Batu tapi dari penelusuran internet lah saya menemukan tempat yang banyak memberi inspirasi ini.
Dengan akomodasi yang hemat ( saya menggunakan GrabCar) dan berbekal alamat, sopir GrabCar mengantar saya menuju lokasi. Tidak mudah menemukan alamat ini karena Omah Budaya ini meski banyak digunakan sebagai tempat berkumpulnya komunitas kebudayaan tetapi belum tercatat dalam daftar tujuan wisata di Kota Batu. jadi, saya harus nyasar sedikit dan bertanya beberapa kali kepada penduduk setempat di mana letak persisnya Omah Budaya Slamet (OBS).Dalam hati saya bertanya-tanya mengapa tempat yang sering dipakai berbagai komunitas berkumpul tidak mempunyai petunjuk arah agar memudahkan para pengunjung yang belum pernah datang ke OBS tidak tersesat.
“kita kembali pada kodrat manusia, kita bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar kita. kalau saya memasang papan petunjuk arah, anda tidak akan bertegur sapa dengan lingkungan di sekitar sini”. pemilik OBS yang akrab dipanggil pak Slamet memberi jawaban yang menohok ketika saya menanyakan kenapa tidak ada papan penunjuk arah.
Kalau dipikir-pikir, beliau benar juga ya. Modernisasi telah banyak membuat kita meninggalkan kearifan lokal yang menjadi jati diri kita sebagai Bangsa yang berbudaya. Media sosial membuat kita berjarak dengan yang dekat dan membuat seolah-olah yang jauh menjadi dekat.
Mari kita menjelajahi ruangan yang ada di OBS ini. Saya melepaskan sepatu sebelum masuk mengikuti sang pemilik rumah budaya ini. Sejak langkah pertama saya memasuki ruangan, saya disambut dengan keramahan khas seniman ” Mari saya tunjukkan,isi rumah budaya ini, tapi begitulah… tempatnya berantakan” saya tersenyum mendengar beliau mengatakan itu sambil beranjak mendekati perempuan setengah baya yang tersenyum di dekat pintu agak jauh dari kami mengobrol. berkenalan dengan istri beliau sangat menyenangkan. Perempuan yang belakangan saya pahami sebagai juru kunci berdirinya OBS. Dukungannya lah yang membuat OBS ini terus mampu berkelanjutan memberi pengabdian untuk kebudayaan Indonesia.
Dinding ruangan penuh dengan lukisan bergaya kontemporer. Lukisan yang menggambarkan hal-hal keseharian kita. Seni lukis kontemporer adalah suatu karya seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan terus berkembang sesuai zaman (sekarang), atau karya yang secara tematik merefleksikan situasi, kejadian atau waktu yang sedang dilalui.Aliran ini diperkenalkan kepada masyarakat tahun70-an dan mulai populer dengan bermunculan pelukis lokal seperti Nyoman Nuarta dan Angelina P.
Ciri khas aliran kontemporer adalah melekatnya paduan teknologi masa kini dengan seni itu sendirri. Objek lukisannya yang mengutamakan kebebasan berekspresi,dinamis dan tidak terikat aturan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta lukisan kontemporer yang tekadang sangat sulit dimaknai oleh orang biasa termasuk saya..
Begitu melihat-lihat koleksi lukisan karya beliau, saya seperti melihat dua hal yang sangat kontras. di luar bnagunan ini, kita bisa menikmati hijaunya kebun sayur dan bunga lavender dengan latar Gunung Arjuna yang megah, tapi di dalam ruangan ini, kita akan disuguhi lukisan-lukisan besar yang menurut saya adalah campuran dari kecantikan, keanehan dan keunikan yang tidak semua orang bisa memaknai pilihan warna dan goresan kuas sang pelukis.
saya sangt bersyukur menemukan tempat ini, bukan saja rumah dengan begitu banyak koleksi lukisan dalam ukuran besar tetapi juga rak-rak yang penuh dengan berbagai macam buku yang bisa kita baca gratis sambil minum kopi. Sayangnya, saya berkunjung pada hari senin, tempat ini ramai dengan berbagai komunitas saat akhir pekan.
Sebelum sampai di OBS ini saya membaca review di Tripadvisor yang ditulis oleh akun melchior1yang menjadi member TRIPADVISOR sejak 2008. pengunjung dari Belanda ini menulis review nya setelah mengunjungi OBS pada tanggal 19 August 2016. kalimat yang Ia tulis adalah :
“Fascinating. Wonderful artwork and a beautiful area with gorgeous views of the countryside,organic fruit and vegetable farm. We’ll worth a visit!”
Nah, review ini lah salah satu alasan saya mengunjungi tempat ini. dan ternyata, OBS benar-benar tempat yang menarik untuk dikunjungi, apalagi jika anda pecinta lukisan dan kucing (banyak sekali kucing yang tinggal di OBS bersama pemiliknya)
3 isu besar yang menjadi ispirasi Pak Slamet melukis adalah Lingkungan, hak asasi, dan demokrasi. OBS hadis sebagai bentuk kritik atas apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Tentang rusaknya alam, hilangnya tenggang rasa, main hakim sendiri, dan keserakahan. Otokritik yang Ia luapkan melalui karya seni ini memang luar biasa. Pengunjung yang merasa betah ada di sini bukan hanya para mahasiswa yang mendapat tempat untuk berdiskusi dan melakukan kegiatan tetapi juga turis dan mahasiswa luar negeri. ada beberapa kesan yang ditulis pada kanvas dari para dosen dan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri di Amerika.
Sambil berjalan mengelilingi setiap ruangan, Pak Slamet berbicara tentang kecintaanya pada bahasa Indonesia dan tidak ingin merasa terjajah oleh bangsa lain melaui bahasa. Ia juga mengungkapkan bahwa bangsa timur itu bangsa yang murah hati yang lebih mengedepankan “memberi” bukan “meminta”. Bangsa Timur itu selalu melihat orang luar superior. Itulah mengapa jika kita tidak terus belajar, kita akan terus tertinggal dan semakin jauh tertinggal dari bangsa lain. Kita belum benar-benar memahami apa itu modern, post modern, tapi sudah lahir aliran kontemporer sebagai bentuk perlawanan . Kita belum memahami benar-benar suatuera tapi zaman sudah cepat berlalu. Kalau kita tidak belajar, kita akan tertinggal jauh.
Saya tidak heran jika koleksi buku beliau sangat banyak, wawasan beliau sangat luar dan tetap rendah hati dalam kesederhanaan. banyak ilmu yang saya dapaat dari kunjungan ke OBS, bukan hanya melihat-lihat karya lukis kontemporer tetapi juga diskusi ringan tapi dalam tentang bagaimana orang Jawa memahami konsep Ketuhanan dan hubungan dengan sesamanya.
Ketika saya sedang duduk di kursi kayu unik di ruang utama, beliau menunjukkan sebuah lukisan yang membuat saya sangat tertarik. Lukisan Yesus dengan wajah khas orang jawa dikelilingi pria bersorban. Karena merasa aneh, saya memberanikan diri untuk bertanya apa makna lukisan ini. dengan singkat beliau menjawab bahwa ini adalah lukisan pesanan dari orang Surabaya. Sorban adalah penutup kepala yang universal, tidak menunjukkan agama tertentu dan Yesus dengaan wajah khas lelaki Jawa adalah simbol kedekatan orang Timur (yang menyembah Yesus) dengan Tuhannya. Sengaja tidak saya lukiskan dengan wajah ala EROPA. pungkasnya sambil tersenyum.
Sayang sekali, hari sudah sore dan saya harus mengakhiri kunjungan singkat yang bermanfaat ini. Ketika saya berpamitan dan berterima kasih sudah diterima dengan baik, beliau ikut mengantar saya sampai ke mobil. Keramahan khas Indonesia. sampai jumpa di perjalanan berikutnya
Leave a Reply